Di dalam khasanah kesusastraan Indonesia terutama di Jawa, dikenal dengan adanya istilah Punakawan. Istilah punakawan berasal dari kata "pana" yang bermakna "paham" dan "kawan" yang bermakna "teman", dengan maksud para Punakawan ini tidak hanya sekedar sebagai abdi atau pengikut bisa namun mereka adalah sosok yang begitu memahami tentang seluk beluk, silsilah, permasalahan dan juga banyak hal mengenai apa saja mengenai "bendhoro" atau majikannya, tidak hanya itu saja para Punakawan juga terkadang menjadi penasihat bagi para bendhoronya.
Penokohan Punakawan hanya muncul dalam kesusastraan di Indonesia, Punakawan tidak dapat kita temui pada cerita Mahabaratha ataupun Ramayana versi India. Hal ini dikarenakan penokohan Punakawan ini diciptakan oleh para pujangga Jawa sendiri.
Punakawan pada umumnya ditampilakan pada pementasan wayang, baik itu wayang orang, wayang kulit atau wayang golek, bahkan di kethoprak pun Punakawan juga sering ikut serta ditampilkan.
Punakawan untuk kali pertama muncul di dalam karya satra berjudul "Gathotkacasraya" karangan Mpu Panuluh pada jaman Kerajaan Kediri. Didalam karyasastra itu disebutkan bahwa ada 3 (tiga) tokoh punakawan, yaitu: Jurudyah, Punta, dan Prasanta; mereka bertiga berkewajiban untuk mengikuti sebagai abdi dari Abimanyu. Di awal kemunculan pertamanya itu, peran ketiga Punakawan tersebut masih sebatas sebagai abdi yang biasa saja. Baru kemudian pada jaman Kerajaan Majapahit dan tersurat di dalam karya sastra yang berjudul "Sudamala" munculah tokoh Punakawan yang bernama "Semar", perbedaannya, peran Semar disini lebih aktif dan tentunya lebih penting dari Punakawan sebelumnya. Demi terjalinnya keterkaitan diantara Semar dan ketiga Punakawan pendahulunya, maka para dhalang pun menggunakan nama Jurudyah Puntaprasanta sebagai nama lain dari Semar itu sendiri.
Seiring dengan berjalannya waktu kini tokoh Punakawan mengalami banyak perkembangan, khususnya didalam jumlah dan variasinya. Seperti contoh di daerah Jawa Tengah Punakawan terdiri dari Semar dan ketiga anaknya yaitu: Gareng, Petruk, dan Bagong; di daerah Jawa Barat atau dalam pementasan wayang golek terdiri dari Semar, dan ketiga anaknya Cepot, Dawala dan Gareng; begitu pula pada pementasa wayang di Bali dan dalam pementasan Kethoprak, masing-masing memiliki cirikhas dan pemanaan tokoh Punakawan sendiri. Perbedaan tersebut lebih cenderung berada pada jumlah, urutan anak semar, bentuk dan nama saja, sedangkan peran mereka di dalam cerita dan pementasan hampir bisa dibilang sama.
Punakawan merupakan tokoh yang banyak ditunggu-tunggu kemunculannya di setiap pementasan wayang atau kethoprak oleh para peminat yang sedang menyaksikan pementasan tersebut. Punakawan selalu dibawakan, dimainkan oleh dhalang dengan tuturkata dan perilaku yang bisa dibilang nyleneh dan selalu dibumbui dengan candaan, maka hal inilah yang selalu ditunggu-tunggu oleh para pemirsa. Pembawaan yang penuh dengan humor telah menjadi satu bagian yang tidak bisa dilepaskan dari sosok para Punakawan.
Punakawan merupakan tokoh yang banyak ditunggu-tunggu kemunculannya di setiap pementasan wayang atau kethoprak oleh para peminat yang sedang menyaksikan pementasan tersebut. Punakawan selalu dibawakan, dimainkan oleh dhalang dengan tuturkata dan perilaku yang bisa dibilang nyleneh dan selalu dibumbui dengan candaan, maka hal inilah yang selalu ditunggu-tunggu oleh para pemirsa. Pembawaan yang penuh dengan humor telah menjadi satu bagian yang tidak bisa dilepaskan dari sosok para Punakawan.
Didalam setiap pementasan, pada bagian pertengahan hampir selalu dikisahkan adanya suatu "Gara-Gara", dimana terjadi suatu kejadian yang sangat besar dimana terjadi suatu bencana besar seperti, banjir, gunung meletus, gempa bahkan seringpula disangkutkan dengan kehidupan nyata pada masa saat ini yaitu korupsi dan masih banyak lagi lainnya yang menimpa bumi.
Setelah kejadian-kejadian tersebut selesai maka dimunculkanlah Punakawan sebagai penebar humor dengan wajah yang bahagia dan penuh dengan sendau gurau. Hal ini mempunya maksut bahwa setelah munculnya suatu bencana atau kekacauan di muka bumi ini maka rakyat kecilah yang menjadi pihak pertama yang akan mendapatkan keuntungan.
Pada bagian "Gara-Gara" inilah kesempatan bagi para dhalang untuk sejenak menghentikan jalan cerita pemayangan itu sendiri dan kemudian diisi dengan hiburan-hiburan seperti sajian humor dan juga sajian "tembang" macapat bagi para penonton.
Setelah kejadian-kejadian tersebut selesai maka dimunculkanlah Punakawan sebagai penebar humor dengan wajah yang bahagia dan penuh dengan sendau gurau. Hal ini mempunya maksut bahwa setelah munculnya suatu bencana atau kekacauan di muka bumi ini maka rakyat kecilah yang menjadi pihak pertama yang akan mendapatkan keuntungan.
Pada bagian "Gara-Gara" inilah kesempatan bagi para dhalang untuk sejenak menghentikan jalan cerita pemayangan itu sendiri dan kemudian diisi dengan hiburan-hiburan seperti sajian humor dan juga sajian "tembang" macapat bagi para penonton.
Jadi hampir bisa dikatakan tokoh Punakawan, khususnya di Indonesia sangat penting perannya di dalam sebuah cerita pementasan wayang atau ketoprak, selain sebagai kelompok penebar humor dan mencairkan suasana, Punakawan juga berperan sebagi abdi, penolong dan juga penasihat bagi majikannya.
No comments:
Post a Comment